Rahayu Saraswati Kembali Jadi Ketua Umum, Jarnas Anti TPPO Hadapi Tantangan Baru ke Depan

oleh

BATAM — Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti TPPO) kembali mempercayakan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo sebagai Ketua Umum untuk periode 2024-2028. Keputusan ini diambil dalam Rapat Nasional yang berlangsung selama dua hari di Batam, Kepulauan Riau, yang dihadiri oleh 39 organisasi dan individu aktivis dari berbagai wilayah di Indonesia.

Rapat Nasional tersebut juga menyepakati beberapa agenda penting, di antaranya menjadikan JarNas sebagai organisasi berbadan hukum untuk memperkuat upaya melawan perdagangan orang. Selain itu, diputuskan bahwa masa kepengurusan akan berlangsung selama empat tahun.

Rahayu Saraswati, yang telah memimpin sejak JarNas dibentuk pada 2018, kembali dipercaya secara aklamasi untuk memimpin organisasi ini. Dalam periode kepemimpinan yang baru, Rahayu akan didampingi oleh Romo Christanctus Paschalis Saturnus dari KKPPMP Keuskupan Pangkalpinang sebagai Ketua Harian, Winda Winowatan dari Yayasan Kasih Yang Utama (YKYU) sebagai Sekretaris, dan Dharma Asthi dari Dark Bali sebagai Bendahara.

“Kita masih menghadapi banyak pekerjaan rumah,” ujar Rahayu yang juga terpilih sebagai Anggota DPR RI untuk periode 2024-2029. Ia menekankan perlunya tindakan tegas dari pemerintah pusat dan daerah untuk memberantas perdagangan orang, serta pentingnya ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak guna mengurangi kerentanan masyarakat terhadap penipuan dan eksploitasi.

Baca Juga  GP Ansor Pusat Pastikan Presiden Baru Merangkul dan Memberdayakan Santri

Romo Paschal, yang kini menjabat sebagai Ketua Harian, menambahkan bahwa JarNas Anti TPPO siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk melindungi dan memenuhi hak-hak korban perdagangan orang. Romo Paschal, yang sebelumnya menerima penghargaan dari LPSK, menekankan pentingnya peran LPSK dalam upaya tersebut.

Selain itu, JarNas Anti TPPO juga merekomendasikan revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Revisi ini dinilai perlu karena ragam kasus TPPO saat ini telah melampaui cakupan hukum yang ada, sementara pemenuhan hak-hak korban masih belum optimal.
Sejak didirikan pada Desember 2018, JarNas Anti TPPO telah berkembang menjadi wadah bagi 41 organisasi dan individu yang aktif melawan perdagangan orang di seluruh Indonesia. (Fars SMSI)