“Tantangan terbesar untuk sukses memasuki era ekonomi digital dan melakukan tranformasi digital terletak pada diri kita sendiri, yaitu mengubah mindset. Tanpa growth mindset, maka kita akan sulit beradaptasi apalagi melakukan transformasi serta berinovasi. Banyak hal-hal baru bermunculan saat ini yang mungkin sebelumnya tidak terbayangkan oleh masyarakat banyak, misalnya algoritma bahkan yang artificial intelligence sudah menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari, lalu ada yang namanya cryptocurrency, dan sebagainya”, demikian pengamat ekonomi digital Riri Satria menjelaskan pada International Seminar on the Power of Creativity and Innovation for Digital Transformation dalam rangka Dies Natalis ke-55 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, di Denpasar, Bali, 01/09/2022.
Lebih lanjut Riri Satria yang juga Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia serta Komisaris PT. Jakarta International Container Terminal ini menjelaskan bahwa tantangan kedua adalah perilaku sosial yaitu high touch high tech. Bagaimana menyeimbangkan keberadaan teknologi tinggi (high touch) dengan sentuhan manusiawi yang tinggi (high touch). Tantangan ketiga terkait kedaulatan, kita tidak boleh menjadi penonton di negara kita sendiri dalam era digital atau masyarakat cerdas 5.0 ini. Kita punya bonus demografi yang besar, dan kita harus jadi tuan rumah di negeri sendiri. Tantangan keempat terkait dengan peran negara, yaitu membuat regulasi yang baik serta mempercepat pembangunan daerah tertinggal supaya tidak terjadi kesenjangan yang tinggi.
“Kita harus mampu menghadapi semua tantangan itu agar percepatan transformasi digital di negara Indonesia ini dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan apa yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo tanggal 3 Agustus 2020 tentang lima langkah percepatan transformasi digital Indonesia”, demikian Riri Satria melanjutkan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo RI) sudah menyelesaikan Peta Jalan Indonesia Digital 2021-2024 sebagai tindak lanjut dari amanat Presiden tersebut, serta merupakan pedoman strategis untuk memfasilitasi transformasi digital Indonesia di empat sector strategis, yaitu infrastruktur digital, pemerintahan digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital. Namun Riri menjelaskan bahwa untuk mampu menjelankan semua ini dengan baik, maka semua tantangan tadi harus dibereskan.
Ketika seorang peserta seminar bertanya mungkinkah kita di Indonesia mampu dan sukses memasuki era ekonomi digital dan melakukan transformasi digital dengan baik, Riri secara lugas menjelaskan bahwa pertanyaan seperti itu tidaklah relevan, karena ada kesan meragukan kemampuan kita sendiri.
“Justru kita harus membangun strategi, mempersiapkan sumberdaya, dan berjuangan sekuatnya supaya kita mampu dan sukses. Jadi mindset-nya digeser, tidak mempertanyakan yang penuh nuansa keraguan, melainkan memikirkan strategi yang cocok atau paling mungkin untuk dieksekusi supaya kita mampu dan sukses memasuki era digital dan melakukan transformasi digital”, demikian Riri menegaskan.
Riri yang juga anggota Dewan Juri pada Indonesia Digital Culture Excellence Award 2022 ini menjelaskan bahwa pada tingkat perusahaan atau organisasi manapun, transformasi digital itu bukanlah semata isu teknologi, namun mencakup setidaknya enam bidang strategis, yaitu sttrategi dan model bisnis, struktur organisasi dan proses bisnis, teknologi digital yang tepat guna, tata kelola teknologi yang baik, SDM dengan talenta digital, serta membangun budaya digital pada organisasi. Tranformasi digital berarti melakukan kegiatan yang komprehensif terhadap semua bidang tersebut.
Acara International Seminar on the Power of Creativity and Innovation for Digital Transformation ini dilaksanakan dalam rangka Dies Natalis ke-55 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Udayana, dibuka secara resmi oleh Dekan FEB Udayana, Agoes Ganesha Rahyuda, SE., MT. PhD. Agoes Ganesha mengatakan bahwa dengan menyelenggarakan seminar ini saat peringatan Dies Natalis menunjukkan bahwa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana siap untuk mendidik anak-anak bangsa agar mampu memasuki era digital dengan kemampuan kreativitas dan inovasi yang tinggi untuk melakukan transformasi digital.
Selain Riri Satria, pembicara lainnya adalah Dr. Paul Harrigan, Associate Professor University of Western Australia, serta I Gede Putu Rahman Desyanta, Founder dan CEO Bali Online Asset, sebuah perusahaan menggeluti teknologi blockchain dan membangun gerakan Bali sebagai pusat riset dan bisnis bidang itu di Indonesia. Acara seminar dipandu oleh Dr. I Putu Agus Ardiana, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Sejalan dengan Riri Satria, Putu Rahman Desyanta juga menyampaikan kekhawatirannya jika anak-anak muda Indonesia tidak siap, maka kita akan menjadi penonton di negara sendiri. Dia menyampaikan bahwa kata kunci utama saat ini adalah belajar karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti blockchain begitu cepatnya, maka supaya tidak tertinggal kita harus terus belajar dan belajar.
Pada akhir seminar, Riri Satria yang juga dikenal sebagai penyair ini membacakan sebuah puisi yang isinya empat sikap manusia dalam menyikapi perubahan, yaitu tidak tahu adanya perubahan, hanya menonton perubahan, mampu mengikuti perubahan dan beradaptasi, serta yang menciptakan perubahan.