FAJARBANTEN.CO.ID- Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak diminta untuk serius dalam menangani kasus dugaan korupsi penyertaan modal senilai Rp15 miliar di tubuh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Multatuli. Dana tersebut berasal dari APBD dan APBN tahun anggaran 2020.
Desakan itu disampaikan oleh massa yang tergabung dalam Badak Banten Perjuangan (BBP) saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Negeri Lebak, Kamis (17/07/2025). Dalam orasinya, Ketua Umum BBP, Eli Sahroni, menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja Kejari Lebak yang dinilai lamban dalam penanganan kasus tersebut.
“Kami meminta Kejaksaan serius dalam menangani dugaan korupsi PDAM senilai Rp15 miliar. Jangan sampai kasus ini menguap atau terkesan dipeti-eskan,” ujar Eli Sahroni di hadapan para pengunjuk rasa.
Menurut Eli, pihak Kejaksaan memang telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak dan menyita sebanyak 11 barang bukti. Namun demikian, ia menilai belum ada perkembangan signifikan yang menunjukkan keseriusan dalam proses hukum tersebut.
Eli menuntut agar Kejaksaan menetapkan tersangka dalam waktu tujuh hari ke depan, serta menindaklanjuti berbagai nama yang disebut-sebut terlibat dalam proyek tersebut, termasuk jajaran direksi PDAM dan dewan pengawas.
“Kalau ekspose sudah dilakukan, seharusnya ada langkah nyata. Nama-nama yang terlibat harus diusut secara transparan,” tambah Eli.
Selain kasus PDAM, BBP juga menyoroti sejumlah dugaan korupsi lain yang dinilai belum ditindak secara maksimal. Di antaranya, kasus dugaan penyimpangan dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) PNPM Kecamatan Cibadak tahun 2012–2014, pengadaan meubelair di 79 SMP Negeri senilai Rp1,683 miliar, 11 paket proyek jalan poros desa senilai Rp71 miliar, serta dugaan penyimpangan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) kandang unggas.
Menanggapi aksi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Lebak, Devi Preddy Muskita, menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen dalam menangani dugaan korupsi di wilayahnya, termasuk kasus PDAM. Kejaksaan disebut telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi serta melibatkan ahli dari Universitas Indonesia (UI) dan Inspektorat dalam proses penghitungan kerugian negara.
“Kami serius. Pemeriksaan sedang berjalan, dan saat ini kami menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari pihak Inspektorat. Namun, kami tidak bisa menyanggupi tuntutan penetapan tersangka dalam waktu tujuh hari,” jelas Devi.
Pihaknya meminta agar masyarakat dapat memberikan waktu kepada Kejaksaan untuk menyelesaikan proses hukum sesuai dengan prosedur dan pembuktian yang berlaku. (Ajat)