Efek Jokowi Elektabilitas Prabowo Gibran Terus Meroket

oleh

Fajarbanten.co.id – Survei New Indonesia Research & Consulting menunjukkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka unggul jauh dengan meraih elektabilitas mencapai 50,5 persen dalam simulasi tiga pasang capres-cawapres. Sementara Ganjar Pranowo – Mahfud MD tertinggal sebesar 26,0 persen.

Urutan terakhir ditempati oleh Anies Baswedan yang berduet dengan Muhaimin Iskandar, hanya 15,3 persen, dan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab 8,2 persen. Dengan demikian Pilpres 2024 kemungkinan besar akan berlangsung hanya dalam sekali putaran.

“Dengan elektabilitas menembus 50,5 persen, pasangan Prabowo-Gibran diprediksi bakal menang pilpres dalam satu putaran,” ungkap Direktur Eksekutif New Indonesia Research & Consulting Andreas Nuryono dalam keterangannya, dikutip Sabtu (9/12).

Menurut Andreas, terjadi perubahan signifikan dalam rentang tiga bulan terakhir, atau sebelum peta kontestasi Pilpres mengerucut ke tiga pasangan. Pada survei bulan September, elektabilitas Prabowo belum mencapai 40 persen dalam simulasi tiga nama capres.

Baca Juga  Muzani Jelaskan Pembeda Apabila Prabowo Presiden Dibandingkan Capres Lainnya

Setelah dipasangkan dengan Gibran yang notabene putra sulung Presiden Jokowi, dukungan terhadap Prabowo meroket. Sebaliknya dengan Ganjar dan Anies, elektabilitasnya melorot kembali ke simulasi banyak nama capres.

“Pemilihan figur cawapres lebih banyak mendongkrak elektabilitas Prabowo alih-alih Ganjar maupun Anies. Majunya Gibran berpasangan dengan Prabowo mempertegas sikap Jokowi dengan mengarahkan dukungan kepada pasangan nomor urut dua,” tandas Andreas

Sebelumnya, arah politik Jokowi masih terkesan abu-abu, meskipun cenderung mendukung Prabowo, mantan rival dua kali pemilu yang kini bergabung ke dalam pemerintahan dan menjabat Menteri Pertahanan.

Keinginan Jokowi untuk menggabungkan sosok Prabowo dengan Ganjar kandas, seiring mengkristalnya sikap PDIP untuk mengusung capres-cawapresnya sendiri. “Ganjar yang sebelumnya didukung Jokowi lebih bersikap loyal terhadap partai,” lanjut Andreas.

Jokowi menginginkan kepemimpinan nasional usai dirinya tidak lagi menjabat bisa menjamin keberlanjutan program. “Berbeda dengan Jokowi yang mampu menjaga independensi, Ganjar lebih banyak tunduk atau bertindak layaknya petugas partai,” jelas Andreas.

Baca Juga  Komisis I DPRD Kota Bekasi Abdul Rozak Dirikan Rumah Aspirasi

Bukan tidak mungkin, kata Andreas, warisan program Jokowi akan dihitung ulang berdasarkan sikap partai-partai pengusung, dan Ganjar hanya akan mengikuti garis partai ketimbang bertindak dengan wawasannya sendiri.

“Lebih-lebih dengan kubu Anies yang sejak awal menggaungkan perubahan, meskipun kini wacananya pelan-pelan meredup,” terang Andreas. Koalisi Perubahan pengusung Anies kini didominasi partai-partai dari pemerintah, setelah Demokrat bergabung mendukung Prabowo.

Makin tegasnya arah dukungan Jokowi juga membangkitkan reaksi sangat keras dari kubu PDIP dan Ganjar. “Serangan mulai dari soal politik dinasti, pengkhianatan keluarga Jokowi, hingga kebijakan pemerintah terus dilancarkan oleh elite PDIP dan koalisi,” ujar Andreas.

Perpecahan antara Jokowi dan PDIP pun tak terhindarkan, setelah keduanya seiring sejalan sejak Jokowi menjabat walikota Solo pada 2005 silam. “Dukungan Jokowi terhadap Prabowo juga memanaskan hubungan PDIP dan Gerindra yang naik turun sejak 2009,” kata Andreas.

Baca Juga  Budiman Sudjatmiko: Desa Harus Jadi Penggerak Pembangunan Inklusif

Sebagai sesama oposisi terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, PDIP berkoalisi dengan Gerindra pada Pilpres 2009 dan Pilkada DKI Jakarta 2012. Keduanya pecah dan berhadap-hadapan pada dua kali pemilu, yaitu 2014 dan 2019.

Rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo dibuktikan dengan bergabungnya Gerindra ke dalam pemerintahan. Kini dengan ketegangan antara Jokowi dan PDIP, praktis Gerindra kembali berseberangan dengan PDIP dalam konstelasi Pilpres 2024.

“Prabowo-Gibran menjadi pasangan yang dinilai paling mampu mewujudkan visi Indonesia menjadi negara maju pada 2045,” pungkas Andreas.

Diketahui, Survei New Indonesia Research & Consulting dilakukan pada 25-30 November 2023 terhadap 1200 orang mewakili seluruh provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error ±2,89 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.