Waspadai Sifat Dan Mental Penjajah

oleh
Alim Sako, SH, MH, Kabid Hukum dan Advokasi Banten Genius Network
Alim Sako, SH, MH, Kabid Hukum dan Advokasi Banten Genius Network

Oleh : Alim Sako, SH, MH
(Kabid Hukum dan Advokasi Banten Genius Network)

Penjajahan bukan hanya tentang penguasaan fisik atas suatu wilayah, tetapi merupakan manifestasi dari sebuah mentalitas yang merusak mental.

Di balik bayang-bayang kekuasaan dan kolonialisme, tersembunyi sifat-sifat yang menggambarkan watak arogan dan tak berperikemanusiaan.

Sifat dominan dan menguasai menunjukkan bahwa penjajah tak sekadar datang membawa senjata, tapi juga ideologi keangkuhan.

Mereka merasa lebih tinggi dari penduduk lokal, seolah-olah menjadi “tuan” yang sah atas tanah yang bukan miliknya.

Rasa superioritas inilah yang menjadi akar dari eksploitasi besar-besaran atas sumber daya alam dan manusia, yang dilakukan tanpa rasa empati.

Baca Juga  Poros Tiga Daerah Serukan Pilih Pemimpin Yang Tegak Lurus Terhadap Prabowo

Penjajahan berjalan bukan hanya dengan kekuatan fisik, tapi juga kelicikan. Sifat manipulatif menjadi alat utama mereka melalui politik adu domba (divide et impera), yang masih terasa dampaknya hingga hari ini.

Bangsa yang semula bersatu dipaksa saling curiga dan bermusuhan demi melemahkan kekuatan kolektifnya. Ketidakadilan adalah napas dari sistem penjajahan.

Hukum dibuat bukan untuk keadilan, tapi untuk mengukuhkan dominasi. Penduduk lokal dianggap kelas dua, hanya berhak tunduk, bukan bicara.

Di sinilah sifat egois dan serakah penjajah semakin tampak nyata, mereka tidak pernah berpikir tentang kesejahteraan penduduk, karena satu-satunya yang penting adalah keuntungan mereka sendiri.

Baca Juga  Pernyataan Sikap PP Wanita Islam Tentang Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi

Di sisi lain, mental penjajah jauh lebih berbahaya karena bisa diwariskan dan tumbuh dalam sistem sosial, politik, bahkan pemerintahan bangsa yang telah merdeka sekalipun.

Mental merasa superior, misalnya, membuat seseorang atau kelompok tertentu merasa paling benar, paling hebat, dan paling pantas mengatur.

Mental ingin mendominasi dan mengeksploitasi, membuat mereka menggunakan kekuasaan bukan untuk melayani, tetapi untuk menguras dan mengendalikan.

Pola memecah belah dan menekan identitas lokal masih kerap terjadi, ketika budaya, bahasa, atau kearifan lokal dianggap tidak relevan, lalu diganti dengan “budaya luar” yang dianggap lebih modern.

Baca Juga  Implementasi Strategi Kebijakan Polda Banten dalam Meningkatkan Kualitas Harkamtibmas

Ini adalah lanjutan dari agenda penjajah yang mengikis jati diri bangsa. Parahnya lagi, ketidakpedulian terhadap hak asasi dan tamak akan kuasa menjadi warisan paling gelap dari penjajahan.

Di sinilah pentingnya kewaspadaan, karena penjajahan bisa pergi, tetapi mental penjajah bisa tetap hidup di tengah masyarakat dengan menjelma dalam kebijakan, dalam sikap, bahkan dalam cara kita memperlakukan sesama anak bangsa.

Waspadalah, karena itu akan menghancurkan sendi kehidupan anak cucu kita dimasa akan datang.