Fajarbanten.co.id – Tim Gabungan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menutup 55 lubang tambang emas ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), tepatnya di Blok Cirotan, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Operasi ini merupakan bagian dari target besar penutupan 1.000 lubang tambang ilegal dalam dua pekan ke depan.
Pantauan di lapangan, memperlihatkan puluhan lubang tambang di Kampung Cirotan, Desa Citorek Kidul, telah disegel dan dijaga ketat oleh petugas. Sejumlah bangunan sementara milik penambang yang ditutupi terpal biru juga turut dipasangi segel.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kementerian Kehutanan, Rudianto, menjelaskan bahwa operasi penertiban menyasar kawasan konservasi seluas 105.032 hektare. Hingga kini, baru 55 dari target 1.000 lubang tambang ilegal yang berhasil ditutup.
“Operasi ini sudah berjalan sejak satu bulan lalu. Di lokasi sebelumnya seperti Cisar dan Cibulu, kami mendeteksi sekitar 480 lubang dan telah menutup hampir 140 lubang. Dua minggu lalu di Gunung Beti, Sukabumi, kami menutup 88 lubang,” kata Rudianto kepada wartawan, Rabu 3 Desember 2025.
Ia menegaskan penindakan difokuskan kepada pihak-pihak yang memperoleh keuntungan terbesar dari aktivitas tambang ilegal, bukan penambang kecil.
“Faktanya, kegiatan ini sudah berlangsung puluhan tahun, tetapi masyarakat tidak menjadi sejahtera. Maka prioritas penindakan bukan pada penambang kecil, melainkan pemasok merkuri, penampung emas, dan pemodal,” ujarnya.
Rudianto menambahkan, proses hukum di Cirotan masih pada tahap pengumpulan data, sementara di wilayah lain seperti Cibubuluh, pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait sudah mulai berjalan.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa tambang emas ilegal merupakan kejahatan terorganisir sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Kejahatan ini berbasis ekonomi dengan pola terorganisir dan melibatkan beneficial ownership. Karena itu, kami meminta dukungan pemerintah desa dan aparat penegak hukum untuk menindak aktor yang berperan besar,” tuturnya.
Dwi menambahkan bahwa pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan penyangga taman nasional perlu ditingkatkan melalui program sosial dan ekonomi produktif, termasuk menghidupkan kembali program desa konservasi.
“Ekonomi produktif ini yang harus kita garap. Dulu ada program desa konservasi, dan itu perlu kita angkat kembali dari pembelajaran ini,” tutupnya. (Asep)







