Fajarbanten.co.id, Pandeglang – Pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bojongcanar di Kampung Lame Luhur, Desa Karyautama, Kecamatan Cikedal, telah dihentikan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pandeglang.
Pasalnya, TPA Bojongcanar tersebut diduga bermasalah, karena pengelolaan sampah di TPA masih menggunakan sistem Open Dumping, di TPA Bojongcanar tidak memiliki kubangan Lindi, tidak memiliki pagar pembatas lahan sekitar serta diduga tidak memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL).
Diketahui, penghentian aktivitas pembuangan sampah ke TPA Bojongcanar tersebut dilakukan sejak sekitar satu bulan lalu, setelah adanya surat peringatan dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) tentang pengelolaan sampah di TPA.
Menyoroti persoalan TPA Bojongcanar tersebut, salah seorang praktisi hukum di Pandeglang, Ayi Erlangga menjelaskan, bahwa ada unsur pidana dalam pengelolaan sampah yang tidak sesuai dengan kriteria pengelolaan secara teknis administrasi dan secara hukum, sehingga masuk dalam indikator kejahatan lingkungan yang membahayakan masyarakat.
“Sehingga bagi pengelola sampah di TPA yang tidak sesuai itu, maka bisa kena sanksi pidana,” ungkap Ayi Erlangga , Jumat 21 Februari 2025.
Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pada pasal 40 ayat 1 menyatakan, pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur.
Dan atau kriteria pengelolaan sampah yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara.
“Ancaman pidana penjaranya itu paling singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 5 miliar,” jelasnya.
Kemudian lanjut Ayi, pada pasal 40 ayat 2 dijelaskan, jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan orang mati atau luka berat, maka pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.
“Kemudian pidana denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp5 miliar,” jelasnya.
Ditambahkannya, bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, yang terdiri atas sampah rumah tangga dan sampah spesifik.
Kalau sampah rumah tangga lanjut Ayi, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan fasilitas lainnya.
“Adapun sampah spesifik yaitu sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun diantaranya, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah dan atau sampah yang timbul secara tidak periodik,” ujarnya.
“Atas peristiwa itu, di duga pengelolaan sampah di TPA Bojongcanar tidak memenuhi kriteria pengelolaan sampah secara teknis administrasi dan secara hukum akan masuk dalam indikator kejahatan lingkungan yang membahayakan masyarakat,” sambungnya.
Hal ini tambahnya lagi, bisa dijadikan upaya untuk menggugat class action dari masyarakat yang di rugikan akibatkan oleh pengelola sampah yang lalai, abai terhadap dampak lingkungan.
“Karena pengelolaan yang belum dipersiapkan dengan standar yang benar, berdampak terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat,” tambahnya.
Menyikapi persoalan tersebut, anggota DPRD Pandeglang dari Komisi III, Ade Muamar juga mengaku, berencana akan memanggil pihak DLH Pandeglang, untuk meminta kejelasan terkait persoalan TPA Bojongcanar yang telah dikelola puluhan tahun jadi tempat pembuangan akhir.
“Nanti kami akan panggil pihak DLH, bagaimana sebetulnya pengelolaan sampah di TPA Bojongcanar sebelumnya hingga saat ini ditutup. Dan kami juga akan tanya bagaimana langkah DLH ke depan terkait penanganan sampah di Pandeglang,” tuturnya. (Asep)