Menjaga Tradisi Kesultanan Banten, Lestarikan Kue Jojorong

oleh

FAJARBANTEN.CO.ID-Demi menjaga tradisi, berbagai komunitas ramai-ramai menggelar lomba pembuatan kue Jojorong. Seperti yang dilakukan oleh ZQ Production, tentu latar belakang diadakannya lomba itu demi menarik minat warga untuk melestarikan Kue Jojorong sebagai kue warisan leluhur di Banten. Dari lomba tersebut, salah satu peserta,yakni Ebah Suaebah(57) warga Kampung Kaum Lebak, Kelurahan Muara Ciujung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, berhasil menjadi salah satu yang terbaik. Keberhasilannya Ebah tersebut, dikarenakan produk Kue Jojorong yang dibuatnya itu mampu membuat juri memberikan nilai tinggi dengan kriteria rasa yang pas, otentik dan struktur kue yang proporsional.

“Ibu Ebah Suaebah berhasil menjadi salah satu pemenang lomba Kue Jojorong pada ajang Festival Jojorong yang kami selenggarakan beberapa waktu lalu,”kata Zeki.

Keberhasilan Ebah Suaebah menjadi salah satu yang terbaik pada lomba Kue Jojorong itu tak lepas dari pengalamannya dalam membuat Kue Jojorong. Karena, saat ditemui dirumahnya, Ibu empat anak itu mengaku berkecimpung dalam memproduksi Kue Jojorong diawali sejak tahun 1997, sejak awal, dirinya bercerita pengalaman pertamanya membuat Kue berwarna putih diatasnya itu karena sering mendapatkan pesanan dari relasi tempatnya bekerja. Saat itu kata dia, semua pesanan kue Jojorong ia ambil dari bibinya yang benar benar memiliki memampuan dan mahir membuat kue Jojorong. Namun lama kelamaan, Ebah berpikir karena pesanan selalu ramai, maka alangkah baiknya jika ia juga belajar membuat kue guna memenuhi pesanan.

Baca Juga  Kunjungi Kampung Kumurkek, Satgas Yonif 623 Bagikan Sembako

“Saat itu saya tidak bisa membuat kue Jojorong, tapi karena bibi saya seorang penjual dan pengrajin kue Jojorong maka banyak rekan kerja yang memesan melalaui saya. Nah berawal dari situlah kemudian saya berpikir untuk ikut membuat kue Jojorong untuk menambah penghasilan, maka sejak itu pula saya belajar kepada bibi saya itu, Alhamdulillah sekarang malah mahir,”kata Ebah Suaebah.

Kata Ebah, keluarga besarnya merupakan pembuat berbagai jenis kue basah. Keterampilan itu telah turun temurun dari kakek buyutnya. Jadi meski baru tertarik pada tahun 1997, maka karena keterampilannya didapat secara turun temurun dan otodidak, secara tidak langsung membuat kue Jojorong itu berjalan seperti air mengalir saja. Hanya saja, keunikan rasa yang ia ciptakan memang ada sedikit resep rahasia keluarga yang tidak bisa disebutkan. Namun pada umumnya, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Kue Jojorong sama saja dengan yang lain, yakni memakai tepung beras, pandan, kapur sirih, gula aren, santan.

Baca Juga  PPSU Bersihkan Coretan di Jalan Ampera Raya Jaksel

Tekstur kue Jojorong yang kenyal memiliki tiga lapisan, lapisan pertama diisi dengan gula aren, lapisan yang kedua tepung terigu yang dicampur daun pandan guna mendapatkan warna kehijauan, serta lapisan paling atas berwarna putih. Kemudian, kue tersebut juga dibungkus dengan takir yang terbuat dari daun pisang dan ditusuk oleh piting atau penjepit untuk mempererat daun. Takir yang terbuat dari daun pisang juga tidak sembarangan, karena hanya jenis daun pisang tertentu yang bisa dikategorikan bagus untuk dijadikan takir, daun pisang yang bagus berasal dari daun Pisang Kepok.

“Keterampilan saya dalam membuat kue Jojorong ini memang berasal dari turun temurun keluarga,”kata Ebah.

Ebah, menerawang, sejak pertama jualan Kue Jojorong pada tahun 1997 ia membanderol harga sekitar Rp50 rupiah perpiecies-nya, harga itu kemudian merangkak naik seiring dengan waktu. Saat ini kata Ebah, ia membanderol Kue Jojorong denga harga Rp2.500 perpicies-nya.

Baca Juga  Sekjen Gerindra Ajak Partai Lain Dukung Prabowo: Kita Harus Bersama Membangun Indonesia

Dahulu kata Ebah, ketika sedang kuat-kuatnya tenaga, ia bisa membuat kue Jojorong hampir 1000 Piecies setiap hari. Tapi saat ini ia paling hanya melayani pemesanan saja dan pedagang kue keliling binaanya saja. Maklum kata dia, saat ini faktor usia tidak bisa dibohongi, namun semangat membuat kue itu masih tetap membara. Karena hasil dari penjualan kue Jojorong itu juga dirasakan bisa membantu perekonomian keluarga.

Ebah mengaku, membuat kue Jojorong itu ia lakuan secara sendiri saja. Hal itu dilakukan, karena kebiasaan dan kenyamannya ketika selama proses pembuatan kue, paling ada beberapa pekerjaan yang sesekali minta bantuan dari keluarga, seperti mencari dan menyiapkan daun pisang.

Ia bersyukur, meskipun produksi kue Jojorong tidak sebanyak dulu, tapi pesanan selalu ada hampir setiap hari terutama perkantoran dan setiap datang perayaan hari hari besar.(Red)