Membangun Integritas ASN Dengan Menjauhi Prilaku Yang Merusak Martabat Pelayanan Publik

oleh

Oleh : Ahmad Yani, S.Sos., M.Si.

Dalam menjalankan tugas sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), integritas bukan sekadar slogan moral, tetapi fondasi utama yang menentukan kualitas pelayanan publik. ASN adalah wajah negara. Perilaku ASN, baik atau buruk akan menjadi cermin yang diamati oleh masyarakat setiap hari. Karena itu, ada sejumlah sikap dan perbuatan yang wajib dihindari agar kepercayaan publik tetap terjaga dan nilai-nilai pemerintahan yang bersih dapat diwujudkan.

Pertama, syirik, riya, sombong, angkuh, dan takabur harus dijauhi karena merusak keikhlasan, merendahkan martabat rohani, dan menghilangkan sifat rendah hati yang wajib dimiliki seorang pelayan publik. ASN yang takabur dan merasa paling benar akan sulit menerima kritik, menolak kolaborasi, dan akhirnya menjauh dari semangat pelayanan. Pelayanan publik memerlukan hati yang bening, pikiran yang terbuka, dan sikap yang merendah, bukan kesombongan yang menutup pintu kebenaran.

Kedua, judi, riba, dan makan-minum yang diharamkan merupakan gaya hidup yang tidak beretika dan dapat merusak stabilitas moral ASN. Kebiasaan buruk ini sering menjadi bibit penyimpangan lain, mulai dari tekanan ekonomi, perilaku konsumtif, hingga godaan untuk melakukan tindak korupsi. ASN harus mampu menjadi teladan dalam kesederhanaan dan gaya hidup yang bersih dari perbuatan maksiat.

Selanjutnya, korupsi, dusta, dan indisiplin adalah perilaku yang paling merusak institusi dan pelayanan. Korupsi menghilangkan hak masyarakat, dusta menghancurkan kepercayaan, dan indisiplin membuat pelayanan lambat, tidak profesional, dan jauh dari nilai akuntabilitas. Ketiganya tidak hanya merugikan negara, tetapi juga meninggalkan jejak buruk bagi instansi dan seluruh ASN. Pada era transparansi saat ini, integritas adalah benteng utama yang harus diperkuat.

Baca Juga  Mahasiswa Harus Fokus: Masalah Kita Adalah Wakil Rakyat, Bukan Polri

Kemudian, durhaka, dendam, dan sikap tidak hormat baik kepada orang tua, pimpinan, rekan kerja, maupun masyarakat menunjukkan lemahnya karakter dan etika seorang aparatur. ASN dituntut untuk menjaga martabat, sopan santun, dan budaya hormat sebagai bagian dari etos kerja. Aparatur yang diliputi dendam atau amarah hanya menciptakan lingkungan kerja yang tidak kondusif dan menurunkan kualitas pelayanan.

Dalam konteks reformasi birokrasi, ASN adalah motor perubahan. Mereka dituntut menjadi pribadi yang jujur, disiplin, profesional, dan berakhlak. Menjauhi segala bentuk perilaku tercela, syirik, judi, riya, riba, korupsi, dusta, durhaka, konsumsi yang haram, dendam, indisiplin, sombong, angkuh, dan takabur adalah bagian dari menjaga kehormatan profesi ASN dan marwah pelayanan publik.

Baca Juga  Catatan SMSI Akhir Tahun 2024: Demokrasi Terpimpin Syarat Terwujudnya Indonesia Emas 2045

Akhirnya, membangun birokrasi yang bersih tidak cukup hanya dengan sistem dan regulasi. Diperlukan karakter ASN yang kokoh: berintegritas, rendah hati, dan menjunjung akhlak mulia. Ketika aparatur mampu menghindari semua bentuk perilaku buruk, layanan publik akan lebih cepat, lebih bersih, lebih adil, dan lebih dipercaya. Di situlah kehormatan ASN sebagai abdi negara benar-benar menemukan makna sejatinya.

Penulis adalah Auditor Muda – Inspektorat Daerah Provinsi Banten