Fajarbanten.co.id – Mantan Ketua Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Pedoman Kementerian Agama (Kemenag) Pandeglang, Endang Suhendar, dituntut delapan tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pandeglang. Endang dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan kerugian negara mencapai Rp 1,6 miliar.
“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang yang memeriksa dan mengadili perkara ini, memutuskan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Endang Suhendar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun,” kata JPU Kejari Pandeglang, Rista Nindya Nisman saat membacakan tuntutan di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang, Senin 15 September 2025.
Selain tuntutan pidana penjara, Endang juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 300 juta. Apabila tidak dibayarkan, denda tersebut diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan. Jaksa menegaskan agar terdakwa tetap ditahan selama persidangan berlangsung.
“Dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 300 juta,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, Endang juga diperintahkan untuk membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 1,6 miliar. Uang tersebut harus dilunasi paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Jika tidak sanggup membayar, maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun.
“Membebankan pidana tambahan kepada terdakwa, untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1,6 miliar,” kata jaksa.
Jaksa menilai, tindakan terdakwa bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi serta menyebabkan kerugian pada salah satu bank BUMD di Pandeglang.
“Keadaan memberatkan tindakan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Diketahui, kasus ini bermula saat terdakwa Endang masih menjabat sebagai ketua koperasi pada periode 2016 hingga 2020. Saat itu, ia melakukan peminjaman fasilitas kredit modal kerja umum (KMKU) dengan total pinjaman mencapai Rp 9,6 miliar.
Namun, Endang mengalami kesulitan pembayaran karena rendahnya penerimaan koperasi. Ia kemudian mengajukan restrukturisasi perpanjangan jangka waktu pembayaran utang, yang disetujui pihak bank. Meski begitu, hingga masa restrukturisasi berakhir, utang tetap belum terbayar.
Hasil penyelidikan mengungkapkan, kegagalan pembayaran itu disebabkan karena Endang merekayasa pengajuan kredit. Ia memanipulasi nama calon peminjam serta melakukan markup jumlah pinjaman. Perbuatannya itu menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,6 miliar. (Asep)