Didesak LIPP Soal Kelayakan SPPG Labuan Mandiri, SPPI dan Korwil KSPPG Pilih Bungkam

oleh
Desakan Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan (LIPP) Banten, agar Badan Gizi Nasional (BGN)
Gambar ilustrasi

FAJARBANTEN.CO.ID – Desakan Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan (LIPP) Banten, agar Badan Gizi Nasional (BGN) mengkaji ulang kelayakan Sentra Pengolahan Pangan Gizi (SPPG) Labuan Mandiri hingga kini belum mendapat respon memadai.

Ironisnya, Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) dan Koordinator Wilayah (Korwil) Kelompok Kerja Satuan Pelaksana Program Gizi (KSPPG), yang seharusnya mampu memberikan klarifikasi terkait polemik tersebut, justru memilih bungkam saat dimintai keterangan oleh awak media.

Sikap diam kedua pihak ini memicu spekulasi baru di tengah masyarakat mengenai proses verifikasi yang diduga tidak sesuai dengan petunjuk teknis. Terlebih, SPPG yang menjadi mitra BGN itu dikhawatirkan tidak mampu menjamin aspek sterilisasi yang sangat penting dalam mendukung pemenuhan gizi.

Baca Juga  Tega! di Pandeglang Anak Pukuli Ayah Kandung Sampai Meninggal

Sebelumya diberitakan, Ketua LIPP Banten, Suherman, menyoroti sejumlah kejanggalan dalam pembangunan SPPG Labuan Mandiri. Ia menyebut bangunan tersebut tidak sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan BGN.

Menurut Suherman, ukuran bangunan dapur umum modern itu terlalu kecil karena diduga luasnya tidak mencapai 200 meter persegi. Padahal, SPPG seharusnya memiliki kapasitas memadai agar mampu menunjang pengolahan pangan dalam skala besar.

Baca Juga  Perkumpulan Boedak Saung, Sosialisasikan Mitigasi Bencana di SMK Widya Nusantara

Selain ukuran, LIPP juga menyoroti desain ruang pemorsian dan pengemasan yang dinilai tidak memenuhi prinsip higienitas. Banyaknya pintu masuk, kata Suherman, justru berpotensi menimbulkan kontaminasi.

“Bangunan ini diduga luasnya tidak sampai 200 meter persegi. Padahal, sesuai juknis, SPPG harus memiliki ukuran memadai untuk mendukung proses produksi pangan dalam skala besar. Dengan ukuran sekecil ini, sulit untuk mencapai kapasitas kerja yang optimal,” ungkap Suherman saat ditemui di Pandeglang, Sabtu 16 Agustus 2025.

Selain masalah ukuran, Suherman menyoroti desain ruang pemorsian dan pengemasan yang dinilai tidak steril. Banyaknya pintu masuk yang terhubung langsung dengan ruang produksi dianggap dapat mengganggu higienitas dan keamanan pangan.

Baca Juga  Lapas Cilegon Gelar Upacara Hari Bela Negara ke-76, Tanamkan Semangat Cinta Tanah Air

” Ruang pemorsian dan pengemasan seharusnya memiliki alur masuk dan keluar yang jelas, agar tidak ada potensi kontaminasi. Kalau pintunya terlalu banyak, kontrol terhadap kebersihan akan lemah,” tegasnya.

Hingga berita ini dipublikasikan, wartawan fajarbanten.co.id sudah memalukan upaya konfirmasi dengan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) dan Koordinator Wilayah (Korwil) Kelompok Kerja Satuan Pelaksana Program Gizi (KSPPG). Namun belum memberikan tanggapan terkait hal itu. (Asep)