Badak Jawa Musofa Mati Usai Translokasi, TNUK Sebut Penyakit Kronis Jadi Penyebab

oleh
Badak jawa jantan bernama Musofa dilaporkan mati, usai di translokasi dari habitat alaminya, menuju kawasan konservasi khusus JRSCA Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). (Foto Dok. TNUK)
Badak jawa jantan bernama Musofa dilaporkan mati, usai di translokasi dari habitat alaminya, menuju kawasan konservasi khusus JRSCA Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). (Foto Dok. TNUK)

Fajarbanten.co.id – Upaya pelestarian badak jawa kembali menghadapi tantangan besar. Seekor badak jawa jantan bernama Musofa dilaporkan mati setelah menjalani proses translokasi dari habitat alaminya ke kawasan konservasi khusus Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Kabar ini disampaikan dalam siaran pers resmi Balai TNUK, pad Kamis 27 November 2025.

Translokasi yang dilakukan pada Jumat 21 November 2025, tersebut menjadi tonggak sejarah karena untuk pertama kalinya badak jawa berhasil dipindahkan dari alam liar ke area konservasi tertutup.

Pemindahan itu merupakan bagian dari operasi besar bertajuk “Operasi Merah Putih”, yang digagas untuk memperkuat upaya penyelamatan salah satu spesies paling terancam punah di dunia.

Dalam keterangan Balai TNUK, Musofa diketahui memiliki penyakit kronis bawaan yang tidak dapat disembuhkan, meski telah mendapat perawatan intensif setibanya di JRSCA.

Baca Juga  Naik Peringkat, Pemkab Serang Raih Penghargaan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Kepala Balai TNUK, Ardi Andono mengatakan, translokasi dilakukan dengan persiapan ketat dan melibatkan para ahli konservasi dari berbagai bidang, termasuk dokter hewan, unsur TNI, serta mitra konservasi nasional dan internasional.

Menurutnya, langkah ini juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang memperkuat populasi badak jawa, yang secara genetik telah mengalami penyempitan. Penelitian IPB University menunjukkan bahwa populasi badak jawa saat ini hanya memiliki dua haplotype DNA, dengan tingkat inbreeding tinggi pada salah satu haplotype.

“Seluruh prosedur dilaksanakan sesuai standar konservasi internasional, dengan simulasi, penilaian etik, serta kesiapan logistik dan pengamanan. Musofa dipindahkan tanpa luka atau cedera, namun penyakit kronis yang lama diderita menjadi tantangan medis yang tidak dapat diatasi,” ungkap Ardi dalam keterangan resmi, Kamis 27 November 2025.

Ardi menjelaskan bahwa proses translokasi diawali ketika Musofa berhasil masuk perangkap khusus (pit trap) pada 3 November 2025. Namun kata dia,setelah mempertimbangkan faktor cuaca dan keselamatan, pemindahan dilakukan dan Musofa tiba di JRSCA pada 5 November 2025 dalam kondisi stabil.

Baca Juga  Terkait Jembatan Gantung di Cikeusik Yang Membahayakan, Asep Rahmat: Kita Akan Ajukan ke Pusat

Lebih lanjut Ardi menjelaskan bahwa tim medis memberikan observasi ketat sejak hari pertama. Namun pada 7 November 2025, kondisi Musofa menurun drastis.

“Pada 7 November 2025, Musofa mengalami penurunan kondisi klinis. Tim medis pun segera memberikan penanganan darurat, sesuai standar penyelamatan satwa liar. Sayangnya, pada sore di hari yang sama, Musofa dinyatakan tidak dapat diselamatkan,” kata Ardi.

Untuk memastikan penyebab kematian, tim patologi dari Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University melakukan nekropsi. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya penyakit kronis yang sudah berlangsung lama pada organ vital mulai dari lambung, usus, hingga otak disertai infeksi parasit dan degenerasi jaringan.

Baca Juga  Cara Memenej Krisis, Menjadi Pembahasan Workshop PR Prodi Mikom Untirta

“Ditemukan pula luka lama akibat perkelahian di alam, yang menjadi faktor tambahan, tapi bukan penyebab utama,” ujarnya.

Ardi menilai temuan ini menjadi pelajaran penting bagi peningkatan standar pemantauan kesehatan badak jawa di habitat asli mereka.

” Balai TNUK bersama IPB University, akademisi lainnya, dan mitra konservasi, akan menyiapkan langkah lanjutan berupa analisis komprehensif untuk penguatan deteksi dini penyakit. Dan pengelolaan habitat, dan pemantauan kesehatan populasi,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa kematian Musofa menjadi pukulan bagi tim konservasi, namun juga menjadi refleksi atas kompleksitas pelestarian spesies langka tersebut.

“Semangat, dedikasi, dan ilmu pengetahuan yang telah dicurahkan dalam operasi ini, akan terus menjadi fondasi bagi upaya perlindungan Badak Jawa, guna memastikan keberlangsungan spesies kebanggaan Indonesia bagi generasi mendatang,” pungkas Ardi.  (Asep)