Wartawan Pandeglang Geram, Terhadap Kriminalisasi Narasumber Media

oleh

FAJARBANTEN.CO.ID – Menyikapi adanya proses kriminalisasi terhadap salah seorang narasumber media massa di wilayah hukum Pandeglang, lantaran adanya pengaduan dari pihak yang menjadi obyek pemberitaan ke aparat kepolisian, karena merasa tidak terima dan mengaku nama baiknya telah tercemar. Mengakibatkan sejumlah jurnalis yang ada di Pandeglang merasa geram.

H. Agus Sandadirja, Penasehat PWI Banten, yang juga pemegang Kartu Pers Utama atau Kartu Pers Number One (PCNO) di Indonesia ini, mengaku kaget, ketika mendengar ada narasumber jurnalis yang dikasuskan, karena memberi keterangan sesuai dengan fakta.

“Ini menjadi Preseden Buruk, atau awal sejarah kelam kedepannya bagi dunia jurnalistik. Dimana sebuah prodak jurnalis, menjadi perkara hukum, yang juga diproses di lembaga hukum pidana. Padahal jelas, narasumber dari prodak jurnalis, hanya bisa dipersoalkan ke Dewan Pers, sebagai bagian dari sengketa pemberitaan, sesuai dengan UU Pers No 40,” tegas H. Agus, Sabtu 6 Januari 2024.

Dikatakannya juga, bila ini terjadi dan dibiarkan terus berproses, sementara apa yang menjadi informasi dari narasumber tersebut adalah fakta, namun narasumber tetap di jatuhi hukuman. Maka dipastikan keterbukaan informasi publik akan semakin sulit terwujud.

“Yang paling dikhawatirkan, yakni terbunuhnya kebebasan bersuara dari para narasumber berita, karena adanya rasa takut di pidanakan. Harusnya, sesuai UU Pers No 40, sengketa pemberitaan, atau sumber yang merasa tidak suka dengan pemberitaan itu, silakan ajukan Hak Jawab, atau layangkan pengaduan ke Dewan Pers, bila itu bermasalah dan kabar bohong, maka Dewan Pers akan menyerahkannya je ranah hukum pidana. Bukan lantas diproses terlebih dahulu oleh aparat hukum,” ungkapnya.

Senada, Koordinator Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Wilayah Pandeglang, Dendi Sudrajat, juga menegaskan, penyidik kepolisian harus memiliki integritas dan harus memahami secara fasih aturan yang ada, serta tidak asal melakukan pemanggilan, maupun memproses setiap kali adanya pengaduan.

“Enggak bisa seenaknya. Dengan alasan karena laporan warga terus ditindaklanjuti begitu? Ini kan berkaitan dengan produk jurnalistik. Harusnya aparat kepolisian juga bisa memberi edukasi pada pelapor, bila apa yang dilaporkannya tersebut, merupakan aduan terhadap prodak jurnalis, yang ranahnya ada di Dewan Pers,” tegas Dendi.

Maka dari itu, Korwil IJTI Pandeglang ini menduga, adanya main mata antara oknum kepolisian yang ada di Polsek Labuan, dengan sumber berita yang membuat pengaduan, atau yang merasa tidak suka atas terbitnya pemberitaan tersebut.

“Kalau benar penyidik itu tidak faham aturan, masih mending. Yang saya khawatirkan, justru karena adanya oknum yang main mata dengan pihak yang diberitakan tersebut,” tambahnya.

Sementara Ketua Pokja Wartawan (Porwan) Pandeglang, Agus Jamaludin menilai, ketidak paham penyidik Polsek Labuan merupakan bukti lemahnya pemahaman atas aturan hukum. Karena, UU Pers merupakan Lex Specialis.

“Seharusnya pihak kepolisian, terutama penyidik, untuk mengetahui UU Pers yang berlaku secara komprehensif. Pasalnya, dalam kasus ini, narasumber adalah bagian dari proses jurnalistik yang tidak bisa dipisahkan,” ungkap Agus.

Agus menilai, tindak lanjut atas laporan pencemaran nama baik tidak masuk akal. Oleh karena, hal tersebut merujuk pada UU Infirmasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sementara berita yang dimuat adalah koran alias surat kabar.

“Pemahaman seperti ini harus diketahui juga oleh penyidik kepolisian bahwa dalam hal apapun terkait produk jurnalistik, itu harus berkonsultasi dengan Dewan Pers,” ujarnya.

Maka dari itu, Ketua Porwan Pandeglang ini, mengajak sejumlah jurnalis yang tergabung di organisasinya, maupun di PWI dan IJTI, untuk turun berunjuk rasa ke Mapolres Pandeglang, guna mengingatkan, jangan sampai tugas dan kerja-kerja jurnalis, menjadi sulit akibat adanya intimidasi hukum terhadap narasumber.

“Kami akan turun berunjuk rasa ke Mapolres Pandeglang, untuk mengabarkan poin-poin yang ada di UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, khususnya pada Pasal (1) Ayat (11) dan (12), yang menjelaskan, bahwa hak setiap orang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang merugikan nama baiknya sebagai hak jawab,” pungkasnya. (Daday)