POROS TIGA DAERAH (POSTIDAR) IKUT AWASI SIDANG PTUN BANTEN: “ANAK PENCIPTA LAGU “MANUK DADALI” JADI KORBAN MAFIA TANAH”

oleh

Jakarta. Masih hapalkan lagu “Manuk Dadali?” Dalam setiap peringatan HUT Kemerdekaan RI, lagu ini tidak pernah absen untuk dinyanyikan. Kalau nonton di Youtube, lagu Manuk Dadali masuk dalam lagu daerah. Tepatnya Jawa Barat. Begini salah satu syairnya. “Manuk dadali manuk panggagahna. Perlambang sakti indonesia jaya. Manuk dadali pangkakon carana. Resep ngahiji rukun sakabehna”

Ya, lagu ini memang sangat populer. Apalagi bagi urang Sunda, kudu hapal. Nama pencipta “Manuk Dadali” pernah sangat terkenal di tahun 1980. Sebagai pembaca berita di TVRI, nama Pak Sambas sangat melegenda. Kini sudah Almarhum, Pak Sambas meninggalkan beberapa anak yang umumnya kini sudah sepuh. Salah satunya adalah Pak Is Kiswara, yang kini menetap di Cileduk, Kota Tangerang.

Sayangnya, di usia yang sudah sepuh ini, Pak Is masih sedang berjuang merebut kembali rumahnya. Rumah yang dibeli dari tabungan dan uang pensiun, berpindah tangan atas nama Ny. ML yang diduga bagian dari sindikat mafia tanah. Kasus yang kini tengah disidang di PTUN Banten, mendapat banyak perhatian. Salah satunya dari Postidar atau Poros Tiga Daerah, yang tokoh-tokohnya ikut memenangkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden. Dan ikut terjun memenangkan Pasangan Gubernur Andra Soni-Dimyati pada Pilgub Banten.

Poros Tiga Daerah (Postidar) poros yang dibentuk oleh Eks Koordinator Daerah TKN Golf Jawa Tengah, Banten dan Sumatera Utara meminta agar semua pihak mencermati kasus ini. Postidar, yang dipimpin oleh Ahmad Kailani (Jawa Tengah, Sulaiman Haikal (Banten), dan Turman Simanjuntak (Sumut) dalam sebuah rilisnya menyatakan bahwa cara kerja mafia tanah itu sangat jahat. Korbannya tidak pandang bulu. Dan rata-rata korbannya adalah rakyat jelata yang tak berdaya. “Kami percaya, baik Pak Prabowo maupun Pak Gubernur terpilih Andar Soni, tidak akan membiarkan hak-hak rakyat dirampas oleh mafia tanah. Termasuk rumah milik anak pencipta lagu “Manuk Dadali”.

Mengutip informasi yang didapat dari Pak Is Kiswara selaku korban dan kuasa hukumnya Purwani Handayani SH, Kasusnya terjadi sejak Oktober 2020. Saat itu rumah Pak Is yang dibeli dari hasil uang pensiun, disewa oleh seorang wanita bernama ML. Dengan masa sewa satu tahun. Belum genap setahun, Ny. ML tertarik membeli rumah tersebut. Dan dengan menggunakan pembayaran KPR dari Bank di Jakarta Barat, transaksi jual-beli dilakukan di Kantor Notaris JS yang berdomisili di Tangerang Selatan.

Keanehan mulai terjadi, saat pembayaran. Uang pembayaran yang ditunggu Pak Is belum ditransfer. Ternyata uang pembayaran oleh Bank ditransfer ke rekening Ny. ML bukan ke rekening Pak Is selaku penjual. Lebih aneh lagi, uang pembayaran belum diterima, tetapi sertifikat sudah alik nama atas nama Ny. ML selaku pembeli. Itu pun menurut Purwani proses

balik namanya hanya satu hari di Kantor BPN Kota Tangerang. Sesuatu yang “luar biasa aneh” tegas Purwani.

Dalam rilis, Postidar juga berjanji akan mengawal kasus ini sampai tuntas. “Moga-moga langkah kami belum terlambat. Sebab saat ini persidangan di PTUN dengan tergugat Kantor BPN Kota Tangerang, gugatan Pak Is ditolak. Lalu, Tim Kuasa Hukum Pak Is melakukan banding. Namun gugatannya kembali ditolak. Kalah telak “Dua Nol” tim hukum Pak Is yang terdiri dari Purwani SH., Sarna SH.MH., Rifa’at Hasibuan SH., Choirul Anwar SH., Budi Hartano SH., dan Wagiman SH., tidak mundur. “Kami akan tarung terus, kami akan melakukan kasasi”, tegas mereka.

Berdasarkan peta masalah tersebut, Postidar meminta semua pihak untuk ikut mengawasi sidang kasasi Pak Is. Postidar juga meminta agar relawan yang telah bersusah-payah memenangkan Andra Soni-Dimyati ikut juga mengawasi persidangan ini. “Kemenangan Prabowo sebagai Presiden. Dan kemenangan Andra Soni sebagai Gubernur Banten adalah awal dari langkah kita memperjuangkan kepentingan rakyat.

“Kami percaya langkah membasmi mafia tanah akan direstui oleh Presiden. Dan kita mulai langkah ini dari Banten dengan tekad mengembalikan rumah yang ada di tangan para mafia kembali ke Pak Is”.

Dalam bagian akhir, Postidar mengharap pemerintah agar semangat memberantas “Mafia Tanah” harus sama tegas dan seriusnya seperti dalam memberantas korupsi.