Pencemaran Sungai di Banten Menjadi Warisan Masalah Tanpa Akhir

oleh
Ahmad Sam'un Shofa ( Anggota Pengurus Banten Genius Networking)

Oleh: Ahmad Sam’un Shofa ( Anggota Pengurus Banten Genius Networking)

Provinsi Banten dianugerahi dengan kekayaan sumber daya air yang luar biasa. Berdasarkan data dari Dinas Sumber Daya Air dan Permukiman Provinsi Banten, bahwa terdapat lebih dari 134 sungai dan anak sungai di Banten, tersebar di delapan kabupaten/kota.

Sungai-sungai besar seperti Cisadane, Ciujung, Cibanten, Cidurian, Cibareno dan Ciliman memiliki peranan vital dalam kehidupan masyarakat yang juga simbol kehidupan dan peradaban.

Potensi dan Manfaat Sungai

Sungai di Banten selama ini menjadi tulang punggung berbagai sektor, baik sebagai sumber Air Baku, Pertanian, Perikanan dan Sarana Transportasi serta Sarana Wisata.

Namun, semua potensi ini kini di ambang kehancuran akibat pencemaran limbah industri yang Menggerus Harapan kehidupan dimasa kini dan ajan datang.

Data dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dalam Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi Banten menunjukkan bahwa sebagian besar sungai besar di Banten berada dalam kondisi tercemar sedang hingga berat.

Penyebab utamanya adalah buangan limbah dari kawasan industri yang belum memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau yang tidak berfungsi dengan baik.

Dampak Pencemaran Sungai

1. Kerugian ekonomi Berdasarkan kajian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), kerugian akibat pencemaran sungai bisa mencapai Rp150–200 miliar per tahun, yang meliputi kerusakan hasil pertanian, matinya ikan, serta menurunnya kualitas hidup masyarakat.
2. Kesehatan Masyarakat Terancam. Air sungai yang tercemar mengakibatkan peningkatan penyakit kulit, diare, ISPA, dan gangguan pencernaan. Beban pengobatan dan kehilangan produktivitas turut membebani masyarakat miskin.
3. Ekologi Mengalami Eutrofikasi kematian biota air, dan penyempitan DAS akibat sedimentasi limbah.

Kerusakan lingkungan tersebut tidak sebanding dengan kontribusi PAD (Pendapatan Asli Daerah), bahkan sebagian besar pelanggaran limbah industri hanya dikenai sanksi administratif atau teguran tanpa penegakan hukum yang tegas.

Pencemaran ini bukan persoalan baru. Sudah berlangsung lebih dari dua dekade dan berulang kali terjadi pergantian kepala daerah, namun belum ada solusi konkret yang benar-benar menyentuh akar persoalan.

Komitmen lingkungan kerap tertinggal di belakang euforia investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Sungguh miris, ketika alam rusak, rakyat menderita, sementara pelaku pencemaran tetap diuntungkan. Jika tidak ada perubahan sikap dan kebijakan, maka kita sedang mewariskan air beracun dan sungai mati kepada anak cucu kita. Bahkan, yang lebih menyedihkan, kita juga mewariskan pola pembiaran dan ketidakpedulian secara kolektif.

Pada prinsipnya kita tdak menolak pembangunan, tapi prinsip keseimbangan dan berkesinambungan seharusnya tetap di jaga dan dilestarikan.

Masyarakat tidak menolak pembangunan dan investasi, namun justru mendukung penuh tumbuhnya industri yang dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat.

Namun demikian, pembangunan harus dijalankan dengan prinsip keberlanjutan, keseimbangan, dan keadilan lingkungan. Investasi yang tidak memperhatikan kelestarian sungai adalah investasi yang membunuh masa depan.

Sementara pemerintah daerah harus lebih tegas dalam pengawasan, penegakan hukum, dan transparansi data lingkungan. Masyarakat juga harus diberi ruang partisipasi untuk mengawal sungai mereka sendiri.

Banten adalah tanah yang subur, kaya, dan penuh potensi. Sudah waktunya Banten Genius Network (BGN) membela sungai-sungai kita. Bukan dengan sekadar wacana, tapi dengan tindakan nyata. Semoga, perubahan bukan hanya menjadi slogan, tapi warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan.

Semoga…