Oleh Ahmad Kailani*)
Gagasan tentang swasembada baja (steel) merupakan isu penting dan menarik bagi masa depan industri baja di tanah air. Meski masih asing di telinga kita dibandingkan dengan swasembada pangan dan energi, namun swasembada baja punya landasan politik dan ekonomi yang sangat strategis untuk segera diwujudkan. Secara ekonomi, baja adalah “kebutuhan pokok” setiap negara dalam industri. Selama industri otomotif, tekhnologi, konstruksi dan pertahanan dibutuhkan, maka kebutuhan baja akan tetap tinggi.
Julukan baja sebagai “the backbone of industry” dan bahkan “the mother of industry” menegaskan bahwa kemajuan sebuah bangsa sangat bergantung pada baja. Karena itu ketergantungan atas bahan baku membuat industri baja tumbuh “tidak sehat”. Bahkan, menurut Direktur Utama PT Krakatau Steel (PT KS), M. Akbar Djohan, ketergantungan pada impor baja tidak hanya menguras devisa tetapi juga merentankan Indonesia terhadap fluktuasi pasar global dan kepentingan negara lain. Karena itu, menurut Akbar kemandirian industri baja nasional menjadi harga mati.
Baja sebagai “the driver of growth”
Spirit kemandirian industri baja nasional bagi Akbar bukan sekedar target korporasi. Sebagai orang nomor satu di industri baja nasional, kemandirian industri baja bisa menjadi momentum di tengah usaha keras Presiden Prabowo mewujudkan target pertumbuhan 8 persen. Dengan kata lain, pertumbuhan 8 persen harus disandingkan dengan kemandirian industri baja yang bisa memicu dan mempercepat pertumbuhan.
Berkaca pada data pertumbuhan negara-negara baju seperti Amerika, China, Jepang, Korea dan sebagainya, sulit dihindari bahwa industri baja telah menjadi “the driver of growth”. Fenomena bagaimana China kini menjadi penguasa otomotif dunia, banyak dipengaruhi fakta bahwa China adalah negara produsen baja nomor satu dunia. Dalam konteks pertumbuhan 8 persen, jelas gagasan swasembada baja bukan “gimmick” atau “omon-omon” belaka. Karena itu swasembada baja, bisa menjadi jalan baru pertumbuhan. Mengapa?
Pertama, secara historis baja telah digunakan oleh masyarakat sejak 3000 abad SM., yang pada saat ini bahkan menjadi induk bagi industri (the mother of industrty). Selain itu dengan karakteristik materialnya baja juga akan menjadi “industri masa depan”. Menurut Otavio R. De Medeiros, Steel is truly a versatile material. Steel is a material which helped to build the foundations of our society.
Material yang menurut Jesus Volgar, “Its importance lies in the production of materials with high strength and durability, essential in the construction of infrastructure such as skyscrapers, bridges and railway networks, as well as in the manufacture of heavy machinery and precision tools.” Jadi selama umat manusia membutuhkan transportasi, teknologi dan alat-alat pertahanan maka baja tetap dibutuhkan.
Kedua, baja menjadi indikator pertumbuhan sebuah negara. Semakin tinggi produksi dan konsumsi baja sebuah negara maka semakin maju negara tersebut. Amerika Serikat adalah contoh pertamanya yang secara historis pernah menjadi produsen baja nomor satu dunia. Antara tahun 1940-1960-an Industri baja Amerika mengalami masa keemasan.
Di tahun 1955, misalnya AS berhasil menguasai sekitar 47 persen pasar baja dunia. Di tahun- tahun ini pula Amerika muncul secara politik Amerika sebagai pemimpin dunia. Dengan penguasaan baja dan kekuatan politiknya, Amerika mengambil peran dalam rekonstruksi Eropa dan Jepang paska Perang Dunia II. Meski di tahun 1970 posisi Amerika disektor baja mulai menurun dan di tahun 1990-an disusul oleh China, namun produksi baja Amerika tetap tinggi.
Berdasarkan data World Steel Association Crude Steel tahun 2022, disebutkan ada 7 negara yang menguasai pasar baja dunia. China menguasai 53% pasar dunia dengan produksi 1.018 juta ton, disusul India (125,3 juta ton), Jepang (89,2), Amerika (80,2), Rusia (7,1), Korea Selatan (65, 8), dan Jerman (36,8). Dari data tersebut, 5 dari 7 negara masuk dalam kategori negara dengan tingkat kekayaan ekonomi tertinggi di dunia. Amerika menduduki posisi pertama dengan PDB 30,34 triliun dolar AS., lalu China (19,53), Jerman (4,92), Jepang (4,39) dan India (4,32).
Secara data, tingginya produksi dan konsumsi baja berdampak pada tingkat kekayaan ekonomi sebuah negara. Seperti yang ditulis Mario Cocia, In general, steel consumption has been associated to higher rate of economic growth because it is linked to the level of steel intensive industrial sectors.
Ketiga, Negara dengan tingkat produksi dan konsumsi tinggi secara faktual juga menjadi penguasa pasar otomotif dunia. Sebut saja misalnya Jepang, Korea Selatan, China, India, Amerika dan Jerman adalah negara dengan produksi otomotif terbesar di dunia.
Data tahun 2021 menunjukkan, di dalam industri otomotif, China menduduki tempat pertama dengan jumlah produksi 26 juta unit, kemudian Amerika (9,1 juta unit), Jepang (7,8 unit), India (4,3 juta unit), Korea Selatan (3,4 juta unit) dan Jerman (3,3 juta unit) dan Rusia (1,5 juta unit) diurutan ke 11. Data World Steel mencatat konsumsi dalam negeri China di quarter ke empat tahun 2024 sebesar 869 juta ton.
Baja dan Intervensi Negara
Dari data dan fakta tersebut sangat jelas bahwa baja menjadi sulit dipisahkan dengan perkembangan sebuah negara dan bahkan peradaban. Karena itu, kemandirian industri baja nasional sebagai harga mati tidak semata-mata pentingnya baja bagi pertumbuhan melainkan kendali atas baja sangat menentukan apakah industri baja bisa menjadi “the driver of growth”.
Merujuk pada kasus Amerika dan China sangat jelas bahwa selain jumlah produksi dan konsumsi, penguasaan atas baja banyak mempengaruhi penguasaan atas dunia. Kendali harga (price) dan produksi (suply) atas baja secara ekonomi-politik mampu menghancurkan sebuah negara dalam sekejap. Kekhawatiran atas perang tarif China-AS benar-benar menegaskan bahwa secara, “siapa yang menguasai (industri) baja, ia akan menguasai dunia”.
Kita berharap gagasan kemandirian industri baja dan lahirnya kebijakan swasembada baja mendapat dukungan semua pihak. Karena itu diperlukan langkah-langkah strategis dan kongkrit agar gagasan penting ini bisa dapat diwujudkan. Tentu, dalam konteks swasembada baja kisah sukses Amerika dan China menarik untuk dijadikan perbandingan. Bagi Amerika misalnya baja bukan sekedar sektor ekonomi, melainkan bagian integral identitas nasional. Amerika sering melakukan intervensi dan proteksi untuk melindungi industri baja dalam negeri. Negara tidak hanya hadir, melainkan turut serta mendesain indutri baja.
Kita berharap negara sepenuhnya hadir dalam melindungi industri baja nasional. Kebijakan proteksi dan intervensi untuk memperkuat posisi industri baja bukan hal yang tabu. Ketika target pertumbuhan hanya bisa diraih dengan industrialisasi maka industri baja satu-satunya industri yang harus dilindungi dan diproteksi. Sebab tidak ada kesejahteraan tanpa pertumbuhan dan tidak ada pertumbuhan tanpa kemandirian industri baja.
*)Komisaris Independen PT Krakatau Pipe Industry (PT KPI).
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak menjadi pandangan tempat penulis bekerja.